Sunday 31 May 2015

Unwind


Judul : Unwind (Unwind Dystology#1)
Penulis : Neal Shusterman
Tebal : 335 halaman
Penerbit : Simon and Schuster

The Second Civil War was fought over reproductive rights. The chilling resolution: Life is inviolable from the moment of conception until age thirteen. Between the ages of thirteen and eighteen, however, parents can have their child "unwound," whereby all of the child's organs are transplanted into different donors, so life doesn't technically end. Connor is too difficult for his parents to control. Risa, a ward of the state, is not enough to be kept alive. And Lev is a tithe, a child conceived and raised to be unwound. Together, they may have a chance to escape and to survive.


Review:
Kayaknya tema distopia membosankan ya? Semua buku yang dipasarkan sekarang banyaknya bertema itu. Terutama sejak seri The Hunger Games dan Divergent populer dan dibikin filmnya. 

Buat saya, distopia adalah salah satu jenis fiksi yang bisa menyajikan perasaan putus asa, depresi, dan frustrasi. Emosi yang dibangkitkan oleh cerita distopia itu sangat dramatis dan mengena sekali, sampai saya kepikiran terus bahkan sampai sekarang. Itulah yang saya suka dari distopia, mengobrak-abrik perasaan dengan membunuh protagonis sesuka hati. 

Sayangnya, tidak semua cerita distopia di luar sana itu bagus. Banyaknya sih biasa saja dan sekadar pengisi waktu membaca saya. Tapi untuk buku yang satu ini, Saudara-Saudara... Jangan sampai kalian melewatkannya.

Ide Unwind mengingatkan saya pada Never Let Me Go karya Kazuo Ishiguro. Saya langsung penasaran karena saya ingin tahu apakah ide seperti itu bisa dibuat bagus dan tidak menyebalkan seperti karya si Kazuo. Ternyata, oh, ternyata... Memang luar biasa. Bikin merinding dan jantungan. 

Intinya, di dunia distopia Unwind, anak-anak bebas hidup sampai umur tiga belas tahun. Dalam rentang usia 13-18 tahun, orang tua boleh memilih untuk membiarkan anaknya tetap hidup atau di-unwind/disumbangkan seluruh organnya. Menurut pemerintahannya, hal itu bagus untuk melenyapkan anak-anak bermasalah dan tukang bully. Dan sayangnya, saya setuju dengan pandangan itu. 

Sampai saya berkenalan dengan tiga tokoh utamanya.

Connor memang anak nakal dan pembangkang. Ia susah diatur dan hampir selalu mengecewakan orang tuanya dengan nilai sekolahnya. Beberapa minggu sebelum ia berulang tahun ke-13, dia mengetahui kalau orang tuanya sudah menandatangani perjanjian untuk menyumbangkan organ-organnya. Karena takut mati, dia pun kabur.

Risa adalah semacam anak yatim piatu yang bekerja sosial tanpa dibayar. Saya kurang yakin sih arti "ward of the state" itu apa. Yang jelas, dia bakal disekolahkan dengan uang pemerintah jika memang memungkinkan. Sayangnya, dia nggak kebagian jatah. Jadi, dia harus dilenyapkan dengan cara unwind. Namun dalam perjalanannya menuju lokasi unwind, busnya kecelakaan karena kebetulan Connor sedang kejar-kejaran dengan polisi di sekitar situ. Ia pun mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri.

Berbeda dengan Connor dan Risa, Lev adalah anak emas. Dia lahir di keluarga Kristen yang fanatik. Dari kecil, dia sudah diberikan tujuan hidup yang mulia. Dia akan menyumbangkan organ-organnya bagi orang lain secara cuma-cuma. Hidupnya seperti raja karena dipuji-puji oleh orang sekitarnya. Bahkan ada pesta perpisahan segala sebelum ia menjalani proses unwind. Tapi rencana itu tidak berhasil. Connor yang terjebak polisi menghadang mobil Lev dan menjadikannya sandera. Lev dibawa pergi oleh remaja pemberontak yang tidak ia kenal dan terpaksa hidup menggelandang.

Cerita dituturkan dari berbagai sudut pandang. Tidak hanya dari tokoh utama, tapi juga dari dokter/suster/penjaga/polisi/tokoh lainnya. Saya suka itu karena saya jadi bisa melihat detail dunianya dari berbagai sisi. Saya juga bisa merasakan emosi tiap tokoh utamanya dengan lebih baik, konflik pikiran mereka, ketakutan mereka, keinginan mereka untuk terus hidup, dan semuanya. Saya juga suka bagaimana karakter masing-masing tokohnya berkembang menjadi lebih baik. Selain itu, kisah di buku ini penuh dengan petualangan yang menegangkan dan variatif sehingga saya tidak bosan membacanya. 

Ada yang lucu dari transplantasi organ di sini. Jadi, kalau misalnya kamu ditransplantasi tangan pesulap, secara otomatis tangan itu jago sulap. Kalau kamu dapat transplantasi otak seseorang, pikiran kamu seperti bercabang dua karena keberadaan orang tersebut. Dan yang lebih ngeri dan yang bikin saya merinding ketakutan adalah prosedur unwind-nya. Saya tidak menyangka bakal ada adegan itu. Sumpah, bahkan saya tidak tega melihat anak itu di-unwind sekalipun dia salah satu tokoh antagonis di buku ini. Serem abis. Sintingggggggg!!!! Teganya, teganya...

Pokoknya kalau suka cerita distopia, harus baca buku ini. Titik. Keren banget.

Btw, saya kepincut pengen cepat-cepat baca buku ini gara-gara Mbak Lina yang suka banget sama buku ini. Ternyata memang beneran bagus :)

5/5

2 comments:

  1. Walaupun sinting tapi buku ini keren buatku. Dari sekian banyak dystopia yang sudah kubaca, buku ini salah satu favoritku. Dan nggak sabar pengen baca lanjutannya. Tapi.... aku bacanya yang versi terjemahan. Jadi mesti lama nunggu terjemahannya :'((

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, bagus ya... Nggak nyangka, padahal cover-nya jelek. Kayak buku zaman dulu gitu. Hehehe... Wah, kalo nunggu terjemahan emang bisa bikin botak saking ga sabar. :D

      Delete