Friday 22 December 2017

The House of the Spirits


Judul : The House of the Spirits
Penulis : Isabel Allende
Tebal : 448 halaman
Penerbit : Dial Press Trade Paperback

Here is patriarch Esteban, whose wild desires and political machinations are tempered only by his love for his ethereal wife, Clara, a woman touched by an otherworldly hand. Their daughter, Blanca, whose forbidden love for a man Esteban has deemed unworthy infuriates her father, yet will produce his greatest joy: his granddaughter Alba, a beautiful, ambitious girl who will lead the family and their country into a revolutionary future.


Review:
Isabel Allende memang ahlinya bikin saga tentang keluarga. Awalnya saya agak ragu membaca buku ini. Dari judul dan beberapa review yang saya baca, buku ini bergenre magical realism. Kebetulan saya agak kapok membaca genre itu. Biasanya cerita yang bagus jadi terasa aneh kalau ada elemen magis randomnya. Tapi saya suka dua buku Isabel Allende yang saya baca sebelumnya. Jadi, saya mencoba membuka pikiran dan tidak membuat ekspektasi apa-apa saat membaca buku ini.

Buku ini bercerita tentang Esteban Trueba yang jatuh cinta pada Rosa del Valle yang kecantikannya seakan tidak berasal dari dunia ini. Rambutnya hijau. Saya jadi mulai waswas. Saya sangat berharap semua unsur magisnya ditahan dan tidak berlebihan. Tapi ternyata Rosa tidak bertahan lama. Dia meninggal karena suatu kecelakaan. 

Rosa punya adik bernama Clara. Saya tidak begitu asing dengan nama del Valle karena pernah muncul di buku Portrait in Sepia. Ayah Clara, Severo del Valle adalah ayah angkat tokoh utama di buku itu. Di sini cerita berpusat pada Clara, anak dengan kemampuan paranormal. Dia bisa meramal dan senang berbicara dengan makhluk dari dunia lain. Sampai sini, saya masih bisa terima. Kemampuan paranormal sih tidak terlalu mengganggu.

Kembali ke Esteban Trueba. Kematian Rosa membuatnya patah hati dan berhati dingin. Dia pulang dari tambang emas tempat dia mencari peruntungan demi bisa menikahi gadis itu. Dengan uang yang dimilikinya, ia membangun kembali estate jelek yang diwariskan oleh orangtuanya. Perlahan, dia berhasil menjadi orang kaya yang berpengaruh. Sayangnya, dia bukan orang yang baik sepenuhnya. Ia bahkan memperkosa banyak perempuan muda yang bekerja di estate-nya.

Begitu remaja, Clara tahu kalau dia akan menikah dengan Esteban di masa depan. Jadi saat Esteban datang untuk melamarnya, dia tidak terkejut dan menerima dengan pasrah. Kebalikan dari Clara, Esteban benar-benar tergila-gila pada gadis itu. 

Sebuah cerita keluarga di Chili dengan latar belakang politik dan perang. Saya jadi banyak meriset tentang Sosialisme, Marxisme, dan Komunisme gara-gara buku ini. Saya suka dengan cara Isabel Allende menyampaikan ceritanya. Penjelasan tokoh-tokohnya begitu nyata dan detail. Bahkan unsur magisnya tidak terlalu mengganggu sama sekali. Tidak ada tokoh yang mati dimakan semut, seperti di One Hundred Years of Solitude yang aneh itu. 

Dari semua tokoh, saya tetap paling suka Esteban. Saya tidak suka sikapnya yang arogan dan seenaknya terhadap para pekerja estate. Tapi anehnya saya bisa relate sama tokoh ini. Bahkan argumen-argumen yang dikeluarkannya juga sangat nyata dan sesuai dengan karakternya itu, sampai-sampai saya seakan sedang mendengar orangnya sendiri bicara di depan saya secara langsung. Dia memang terlalu mengontrol anak dan cucunya. Tapi tetap saja dia adalah seorang tokoh yang sangat berkarakter dan meninggalkan kesan yang besar. Saya bahkan merasa kasihan karena cintanya pada Clara bertepuk sebelah tangan. Cara dia mengungkapkan cintanya memang tidak cocok untuk Clara dan dia tidak mengerti bagaimana mencintai dengan benar. Lucu sih. Rasa frustrasinya karena didiamkan oleh Clara bikin saya ikut gemas. 

Endingnya sangat sesuai dan cocok sama selera saya. Saya setuju sekali dengan tema karma. Bahwa roda selalu berputar dan ada saatnya kita sadar kapan untuk berhenti. Bahkan hal kecil seperti lingkaran setan kebencian juga susah untuk dideteksi. Terkadang kita juga tidak sadar akan keberadaan lingkaran jahat itu. Saya juga suka bagaimana Alba, cucu Esteban bisa menyadari perannya dalam kehidupan dan mau memaafkan serta menerima apa yang terjadi pada dirinya. Saya tidak yakin bisa sekuat itu kalau ada di posisinya. 

Buku ini bagus sekali. Sangat menyentuh, terutama di bagian akhir. Tokoh sekuat Esteban bisa juga mengalah dan menerima kesalahannya. Tapi saya tetap paling suka sama si Tao Chien dan Eliza Sommers di Daughter of Fortune. Eh, tapi saya lebih suka buku ini dibanding Portrait in Sepia. Lebih jleb ke hati. 

5/5

No comments:

Post a Comment